Balikpapan – Di antara
cara untuk mengukur kinerja suatu perguruan tinggi adalah dengan melihat
seberapa banyak penelitian yang telah dilakukan dan seberapa manfaat ia bagi
masyarakat. Perguruan tinggi lalu ─ oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) ─ diklasifikasi menjadi empat kategori, yakni mandiri, utama, madya,
dan binaan. Sayangnya, Institut Teknologi Kalimantan (ITK) belum masuk
satu kategori pun.
“Ya karena ITK baru resmi
berdiri pada 2014, sedangkan LPPM pada 2015. Sebab itu kami susun road map atau Rencana Induk Penelitian dan
Pengabdian (RIP) untuk periode 2016 hingga 2020,” kata Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) ITK, Subchan di Balikpapan, Kamis, 28 Januari
2016.
Menurut Subchan,
penyusunan RIP ITK diselaraskan dengan beberapa acuan, yakni Visi Indonesia
2025 sesuai Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025;
Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Panjang (RPJM/P) Pemerintah Provinsi
Kalimantan Timur dan Pemerintah Kota Balikpapan; Agenda Riset Nasional
Kemenristekdikti; Rencana Strategis (Renstra) ITK 2016 – 2020. Termasuk dengan Sustainable Development Goals (SDGs)
atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Periode 2015-2030 dari PBB sebagai
pengganti Millenium Development Goals (MDGs).
“Tujuannya agar penelitian
yang dihasilkan ITK tidak ketinggalan zaman, aktual, dan mampu menjawab
berbagai tantangan kontemporer, baik di tingkat lokal maupun global. Kami ingin
agar penelitian yang dihasilkan berdampak secara nasional melalui pemberdayaan potensi
daerah Kalimantan,” kata pria yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor Bidang
Akademik, Riset, dan Kerjasama ini.
Rapat penyusunan RIP
tersebut diikuti oleh dosen-dosen yang mewakili 13 program studi (prodi) yang
ada di ITK. Setiap dosen perwakilan prodi memberikan usulan penelitian berdasarkan
masalah-masalah yang terjadi di sekitar ITK. Ratusan usulan ini lalu
dikerucutkan menjadi empat tema besar, yaitu penelitian tentang air, listrik,
tentang pengolahan limbah, tentang konversi energi, dan minapolitan.
Tema-tema penelitian tersebut
kemudian akan dijalankan oleh tiga topik pusat studi.
Ketiga pusat studi itu
yaitu Pusat Studi Energi Ramah Lingkungan dan Perubahan Iklim (Center for Green Energy & Climate
Change/GECC), Pusat Studi Pengembangan Regional dan Ekonomi Kreatif (Regional Development & Creative
Economy/RDCE), Pusat Studi Pengembangan Pendidikan Sains dan Teknologi (Science & Technology Education
Development/STED).
Dalam kurun waktu lima
tahun ke depan, GECC misalnya, menargetkan menciptakan sebuah teknologi sistem
pengelolaan limbah yang modern, hingga mampu menjadi pembangkit tenaga listrik
dari limbah.
RDEC akan meneliti tentang
transportasi berkelanjutan, akan membantu mengoptimalisasi kinerja sistem
transportasi Kota Balikpapan, utilisasi teknologi smart city Balikpapan, tentang riset modifikasi desain-bahan-fabrikasi
rompi anti peluru. “Kami juga akan mengidentifikasi persoalan penduduk
minapolitan atau wilayah pesisir pantai di Balikpapan dan menawarkan alternatif
solusinya,” kata Putri Mulyo Mawarsari, Dosen Prodi Perencanaan Wilayah dan
Kota yang menjadi koordinator RDEC.
Direktur STED ITK,
Winarni mengatakan, paradigma penelitian harus diubah. Selama ini banyak penelitian
di berbagai universitas, hanya berujung pada buku-buku laporan yang diletakkan
begitu saja di rak-rak perpustakaan. “Mangkrak
begitu saja, menjadi hal sepele. Padahal yang lebih penting adalah realitas
terapannya ke masyarakat. Walau sederhana tapi ada bukti karya nyata,” kata
Dosen Matematika ini.
Peneliti LPPM lainnya, Sigit
Pancahayani mengatakan, di antara keunggulan ITK adalah bahwa dalam
kurikulumnya terdapat mata kuliah Technopreneurship.
Mata kuliah ini mengajarkan mahasiswa untuk menjadi wira usaha dengan
memanfaatkan pengetahuan teknologi yang mereka miliki. “Kami ingin agar lulusan
ITK tidak cuma jadi buruh asing, tapi membuka lapangan usaha sendiri,” katanya.
Sekretaris LPPM, Luh
Putri Adnyani mengatakan tantangan tahun 2016, banyak ide penelitian dari
dosen-dosen, tapi dana yang tersedia begitu terbatas. Salah satu cara untuk mengatasinya
adalah dengan menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah dan industri.
“ITK sedang menjalin
kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara, dan Pemerintah Kota
Balikpapan. Mereka mengirimkan putra-putri daerahnya untuk kami didik. Sebagai
gantinya mereka membantu pendanaan alat-alat laboratorium. Kami juga berusaha mengatasi
permasalahan-permasalahan yang terjadi di dua tempat ini,” kata dosen Teknik
Perkapalan asal Bali ini.
Target LPPM pada 2016.
lanjut Luh, menyesuaikan Rencana Strategis (Renstra) ITK. Pada akhir tahun, ITK
harus menghasilkan 10 penelitian, dan 14 pengabdian masyarakat. Jumlah dosen ITK yang mengikuti seminar nasional
diharapkan dapat mencapai 10 seminar atau lebih, dan mengikuti 30 seminar
internasional. Begitu juga dalam hal literasi. ITK menargetkan jumlah tulisan yang masuk pada
jurnal nasional terakreditasi sebanyak 10, dan minimal dua jurnal berstandar
internasional.
“Tentu hingga lima
tahun ke depan, hasil riset-riset tersebut harus diterapkan ke masyarakat.”
Luh berharap target
tersebut dapat tercapai, bahkan mampu melampaui target. “Sehingga keberadaan
ITK semakin dapat dirasakan oleh masyarakat Balikpapan khususnya, dan
Kalimantan pada umumnya. Selain itu berbagai kerjasama antara ITK dan pihak
lain dapat terwujud,” katanya. (Humas ITK)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar