Selasa, 26 Januari 2016

ITK Masih Butuh Perjuangan



Terima Penyerahan Jalan dari Pemkot, SNMPTN Dibuka Februari


BALIKPAPAN - Jalan baru yang menghubungkan Jalan Soekarno-Hatta Km 15 menuju Institut Teknologi Kalimantan (ITK) secara resmi diserahkan pemerintah kota kepada rektorat ITK, kemarin (19/1). Akses masuk menuju ITK ini dibangun dengan APBD oleh PT Anugerah Jaya Mulia Utama dengan anggaran Rp 8,4 miliar. Jalan dengan panjang 1,3 kilometer itu pun diberi nama Jalan Pejuang.

Rektor ITK, Sulistijono sangat mengapresiasi bantuan Pemkot Balikpapan tersebut. “Mewakili civitas akademika, kami mengucapkan terima kasih banyak. Bantuan ini sangat membantu aktivitas perkuliahan di ITK,” ujarnya.   

Sementara, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Subchan mengatakan pemberian nama ‘Pejuang’ oleh rektorat karena mencerminkan keadaan ITK yang masih dalam tahap pembangunan, sehingga butuh perjuangan. “Juga memang butuh perjuangan untuk sampai di kampus ini,” katanya.

Menurutnya, keberadaan jalan ini akan semakin menunjang kegiatan perkuliahan. Apalagi mulai Februari, ITK mulai membuka pendaftaran mahasiswa baru melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Saat ini, mahasiswa aktif ITK sebanyak 615 orang.

Ketua RT 33 Kelurahan Karang Joang Asri mengatakan warga menyambut gembira atas pembangunan Jalan Pejuang. Menurutnya, warga memang tidak terlibat aktif dalam kegiatan pembangunan jalan. Tapi, turut memberikan konsumsi secara cuma-cuma bagi para pekerja proyek.

“Tidak ada penolakan. Kami selalu dilibatkan dalam setiap pertemuan yang membahas pembangunan jalan. Warga bahkan mempersilakan sebagian tanah mereka digunakan sebagai badan jalan secara gratis,” kata Asri. Menurutnya, warga berkeyakinan meski kehilangan beberapa meter tanah, tapi keuntungan yang didapatkan dengan keberadaan jalan tersebut jauh lebih besar.

“Kini banyak warung, indekos, dan laundry bermunculan,” ungkap perempuan yang tinggal di Karang Joang sejak 1998 ini.

Sementara itu, karyawan ITK bagian sarana dan prasarana Ali Usman yang turut mengawasi proyek tersebut mengatakan pembangunan berjalan cukup singkat. Namun, ia menyayangkan jalan beton yang sedianya akan dibuat selebar 8 meter hanya terealisasi 4,5 meter karena keterbatasan dana. (*/rsh/tom/k15) (Humas ITK)
Sumber: http://kaltim.prokal.co/read/news/255990-itk-masih-butuh-perjuangan.html, Rabu, 20 Januari 2016 10:07

Riset untuk Warga, Tak Sekedar Masuk Jurnal Internasional





Balikpapan – Sulistijono tak bisa bisa dilepaskan dari sejarah Institut Teknologi Kalimantan (ITK) di Balikpapan. Profesor Metalurgi ini adalah inisiator sekaligus ketua Tim Pendirian ITK. Kini dia menjadi rektor perguruan tinggi yang berdiri 6 Oktober 2014 lalu. Berikut ceritanya.

Kesan pertama saat Kaltim Post bertemu Sulistijono adalah ramah dan murah senyum. Tak ketinggalan, dia juga selalu bersemangat. Khususnya saat berbagi cerita seputar dunia pendidikan. Tentang bidang metalurgi yang digeluti. Juga soal akan seperti apa ITK, “anak kemarin sore” di dunia perkampusan Benua Etam, di bawah kepemimpinannya.

Metalurgi jadi pembahasan awal pria yang saat itu mengenakan kemeja batik biru cerah. Perkenalannya dengan dunia ini ketika dia mengenyam pendidikan S-1, Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya.

Dari situ, dia semakin tenggelam dalam bidang ini. Tambah jauh, Sulis – sapaan akrabnya – semakin kagum. Metalurgi juga yang memberinya banyak inspirasi.

“Menurut saya menarik. Ternyata material seperti baja dan logam yang kita bayangkan adalah benda mati, dalam dunia metalurgi semua itu bisa berubah,” ujarnya saat bincang di ruang kerjanya, Kampus ITK, Karang Joang, Balikpapan.

Aneka material, kata dia, dapat dikreasikan. Sifatnya pun mudah berubah. Misalnya memodifikasi bahan material menjadi baju atau rompi anti peluru. Dari material juga bisa membuat mata palsu. Tentu dengan rumus dan perpaduan bahan yang tepat. Hal-hal seperti ini yang membuat Sulis jatuh cinta. Makanya, lepas S-1, tak pikir panjang, dia mengambil jenjang S-2 dan S-3 di bidang yang sama. Sulis berhasil meraih gelar S-2 pada 1989. Dia langsung lanjut ke jenjang S-3 dan lulus pada 1992. Dua jenjang pendidikan itu dituntaskannya di Université de Technologie de Compiègne (DEA), France.

Selama menggeluti bidang ini, salah satu pengalaman tak terlupakannya adalah ketika melakukan uji coba material dengan daya tahan temperatur tinggi. Ia harus mengetes materi hingga suhu di atas 1.200 derajat celcius. Jelas beresiko. Superpanas. “Saya harus menunggu dan mengawasi dengan seksama uji coba waktu itu. Tidak boleh tidur. Padahal untuk mengujinya butuh waktu hingga 150 jam atau empat hari. Bagaimana bisa saya tidak tidur selama itu, sangat melelahkan,” ungkapnya.

Akhirnya, ayah tiga anak itu membuat sebuah rekaman video dokumentasi melalui kamera agar risetnya dapat terus terlihat. Bahkan ketika ia sedang tertidur. Namun, meskipun sudah dibantu kamera, hal yang ditakutkan oleh Sulis terjadi juga.
“Bayangkan sebuah material dengan temperatur setinggi itu, sudah tidak terbayang bagaimana warna dan suhunya. Kemudian benda itu jatuh ke lantai, saya yang sedang tertidur langsung kaget dan terbangun,” ujarnya.

Setelah menyelesaikan studi di Perancis, Sulis memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Dia menjadi dosen jurusan Teknik Mesin di almamaternya, ITS. “Prinsip saya ketika menekuni satu bidang, saya harus total dan tidak boleh  setengah-setengah,” tuturnya. Mantan Dekan Fakultas Teknologi Industri ITS tersebut menuturkan, rasa nyamannya terhadap dunia pendidikan. Ini yang membuatnya yakin untuk memilih terjun dan berkarir sebagai dosen.

“Bagi saya, tidak ada yang lebih nyaman selain pendidikan. Saya merasa dunia pendidikan itu dapat memberi kebebasan untuk orang berkreasi dan berinovasi,” ungkap suami Lilik Muslimatin itu. Ketekunan dan kecintaan jugalah yang membuat karir di bidang ini terus menanjak. Pada 2011, ketika Presiden RI membuat perencanaan ITK, Sulis diminta untuk berperan menjadi inisiatornya. Tak berhenti sampai situ. Pria kelahiran Madiun itu juga resmi ditunjuk sebagai Rektor ITK sejak 2014.

Meskipun tidak pernah terbayangkan dapat mengemban tugas sebagai rektor, Sulis berusaha agar dapat menjalankan perannya semaksimal mungkin. “Karena semua itu amanah. Menurut saya, ini salah satu peluang untuk berkontribusi bagi negara di bidang pendidikan,” sebutnya.

Saat ini, Sulis mencoba membuat terobosan dan inovasi dalam mengembangkan ITK. Contohnya dari proses seleksi dosen yang ketat. Dosen harus berkualitas dan tidak sembarangan. “Tidak mungkin kami memilih dosen dari perguruan tinggi yang tidak jelas asal-usulnya. Dosen yang kami terima semua berasal dari kampus-kampus terbaik,” ungkapnya.

Pada awal-awal berdiri, ITK ada lima program studi, yakni Teknik Mesin, Teknik Elektro, Teknik Kimia, Teknik Sipil, dan Teknik Perkapalan yang dibuka pada 2012. Setahun kemudian, atau 2013, dibuka lima program studi lainnya, yaitu program Teknik Material dan Metalurgi, Fisika, Matematika, Sistem Informasi, serta Perencanaan Wilayah.

Kini, ITK sudah memiliki 134 dosen. Mahasiswanya sekitar 700 orang. Animo masyarakat terhadap keberadaan ITK sangat tinggi. “Terbukti sejak lahirnya perguruan tinggi ini, setiap orang harus bersaing dengan tujuh orang lainnya agar dapat diterima sebagai mahasiswa,” ujarnya. Yang tak ketinggalan, kata dia, ITK juga terus berinovasi.

Salah satunya dalam pemilihan tema riset. Riset yang digeluti harus berguna bagi masyarakat sekitar terlebih dulu. Menurutnya, saat ini masih banyak riset yang hanya berujung pada jurnal internasional. Namun tidak memberikan manfaat kepada negara secara langsung. Sehingga hal itu seharusnya menjadi perhatian semua rektor di Indonesia. “Jika ada dana riset, 60-70 persen harus meneliti yang bermanfaat bagi warga sekitar dan negara. Sisanya adalah penelitian yang menjadi jurnal internasional. ITK sedang diarahkan seperti itu,” tuturnya.

Misalnya ketika masyarakat yang berada di lingkungan ITK kesulitan mendapatkan air. ITK mencoba memberikan bantuan dengan melakukan pengeboran sumur. Sehingga air sumur tersebut dapat dialirkan ke rumah-rumah warga yang membutuhkan.

“Beberapa rumah di kawasan Karang Joang (sekitar kampus) mendapat bantuan air itu. Jadi sebisa mungkin banyak dana dilarikan untuk kepentingan masyarakat juga. Tidak egois hanya membesarkan perguruan tinggi sendiri,” jelasnya.

Harapannya, keberadaan ITK dapat memberikan manfaat dan warga dapat menikmatinya. Sulis menuturkan, banyak pemikiran atau ide yang justru datang dari lingkungan sekitar. Pria 53 tahun ini merasa terdorong untuk menciptakan berbagai inovasi untuk lingkungannya.

“Sosok inspirasi bagi saya pun bukan seorang tokoh besar. Namun, orang-orang di sekitar lingkungan saya yang dapat menjadi panutan. Misalnya dosen-dosen saya saat dulu masih kuliah,” ceritanya.

Tidak ada target besar dalam hidupnya, namun Sulis mengatakan selalu menciptakan target-target kecil yang harus berjalan terus-menerus. “Prinsip hidup saya adalah dapat menjadi seorang yang baik dan bermanfaat bagi orang lain. Jalankan setiap amanah dengan sungguh-sungguh dan sesuai porsinya,” jelasnya.

Dalam menjalankan perannya saat ini, dukungan keluarga dan lingkungan menjadi bagian penting. “Keluarga saat ini berdomisili di Surabaya, namun jika ada waktu luang, mereka menyempatkan diri berkunjung ke Balikpapan,” sebutnya. Sulistijono dikaruniai tiga anak. Anak sulungnya bernama Primaditya sedang menempuh pendidikan master Teknik Elektro di INSA Lyon, Perancis. Anak kedua, Elvin Nuzulistina, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya. Sedangkan si bungsu, Andhika, masih duduk di bangku SMP 1 Surabaya. (far/k15).
Sumber: Kaltim Post e-paper edisi Selasa, 26 Januari 2016, hal. 1 (represented by Humas ITK).

Senin, 18 Januari 2016

ITK Bangun Sumur Bagi Warga Karang Joang Balikpapan



Balikpapan - Tak hanya tinggal di menara gading, orang berilmu juga harus bisa membumi. Pribahasa ini tampak sesuai dengan deskripsi sejumlah dosen Institut Teknologi Kalimantan (ITK) yang baru selesai membangun sumur bor di RT 15, Kelurahan Karang Joang, Balikpapan Utara kilometer 15. “Alhamdulillah proyeknya berhasil. Kami berharap sumur pompa ini bisa memenuhi kebutuhan air hingga 50 Kepala Keluarga (KK),” kata Dosen Teknik Elektro ITK, Yanuar Mahfudz di Balikpapan, Selasa, 19 Januari 2016.

Yanuar yang mengepalai tim beranggota 25 dosen dan dua tenaga kependidikan ini mengatakan, pembangunan sumur berlangsung cukup singkat, September sampai Desember 2015. Proses pengeborannya berlangsung selama delapan hari mulai 12 – 19 Desember 2015. "Biayanya pun cukup murah, yakni hanya 60 juta rupiah. Sumber dana ini berasal dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ITK. Jadi ini murni dari ITK untuk masyarakat,” tuturnya.    

                                                                                               

Berdasarkan pantauan humas, masyarakat di sekitar Kampus ITK masih mengalami kekurangan pasokan air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Warga mengeluhkan pengajuan pengadaan pipa air dari Perusahaan Daerah Air Minum yang berbelit-belit. Sejumlah warga bahkan membuat bak air tadah hujan di sekitar rumah mereka. Ketika musim kemarau, keadaan semakin sulit.  Warga terpaksa membeli air bersih dari mobil tangki air milik swasta.

“Sebagian warga yang lebih mampu, ada yang membuat sendiri sumur bor, tapi itu sedikit karena biaya pembuatan sumur bor begitu mahal,”kata Sangidun, 28 tahun, seorang warga di Karangjoang. Sangidun merasa sangat senang dengan adanya bantuan sumur dari civitas akademika ITK.  “Ini bahkan melampaui ekspektasi kami.”

Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Subchan, mengatakan bahwa proyek pengabdian masyarakat dari civitas akademika ITK ini akan terus diadakan setiap tahun. "Ini agar ITK juga berguna bagi masyarakat sekitarnya. Tahun 2016 ini akan kami fokuskan pada proyek bimbingan belajar di sekolah-sekolah yang ada di Karang Joang," tuturnya,

Sumur ini terletak di sisi Masjid Nurul Hidayah di RT 35 Jalan Sungai Wein, Karang Joang. Memiliki kedalaman 80 meter dan dilengkapi dengan sebuah pompa air berkapasitas 900 Watt. Tim dosen ITK memperkirakan sumur ini mampu menghasilkan hingga 5.500 liter air per harinya yang kemudian ditampung di sebuah tandon. “Kami menyilahkan warga untuk memasang pipa-pipa yang lalu dialirkan ke rumah mereka masing-masing.” kata Yanuar.

                                                                                                
Yanuar sangat mengapresiasi warga RT 33, 34, dan 35 yang telah turut berpartisipasi dalam proyek tersebut. Di antaranya seperti memberi masukan tentang penentuan lokasi pembuatan sumur yang dekat dengan sumber air, menyediakan makanan ketika pertemuan, termasuk acara syukuran selesainya proyek tersebut.


Dosen lulusan ITS Surabaya tersebut mengatakan, secara keberlanjutan proyek sumur tersebut sudah selesai. Namun pengabdian dosen-dosen ITK ini terus akan dilakukan setiap tahunnya dengan format dan pada tempat berbeda. “Ini menjadi bagian dari Tridharma pendidikan, yakni pengabdian, pengajaran, dan penelitian yang wajib dipenuhi oleh setiap dosen,” lanjut Yanuar.

Penyerahan simbolis sumur dari ITK ke warga RT 33-35 telah dilakukan dengan diadakannya acara syukuran pada akhir Desember 2015 lalu. (Humas ITK)